Akhwat adalah istilah populer –saat
ini- untuk menyebut komunitas muslimah
berjilbab lebar, berbaju longgar. Walau berasal dari
bahasa Arab, tapi menjadi familiar dikalangan pengiat dakwah. Akhwat, bermakna
saudara perempuan (plural). Lawan kata dari Ikhwan. Tingginya aktivitas dan
luasnya skala dakwah menjadikan akhwat mudah dikenal dengan mobilitasnya.
Tentunya dengan baju khasnya, gampang diidentifikasi. Terutama di kampus-kampus
yang merupakan lembah persemaian para intelektual muda. Identik juga dengan cap
kesholehannya.
Siapa pula yang tidak ingin cantik?
Beribu produk kecantikan lahir, ribuan alat penghias diproduksi untuk
memanjakan wanita demi “rasa” cantik. Tak hanya didamba para wanita tapi
kecantikan juga dipuja pria. Maka lahirlah milyaran puisi, jutaan syair,
puluhan ribu lirik lagu melukiskannya. Betapa banyak ksatria rela mati demi
kecantikan sang gadis. Kegagahan panglima takluk dalam kelembutan wanita, yang
menurutnya cantik.
Akhwat cantik? Menjadi menarik,
karena merupakan kombinasi antara kecantikan ragawi dan keindahan ukhrowi. Jika
Anda seorang Akhwat, pasti merasa tersipu bahagia jika dikatakan cantik. Cantik
menjadi dambaan. Tak ketinggalan pemutih kulit menjadi kosemetik paling populer
di kalangan wanita (jika asumsi mainsteamnya, putih itu cantik). Jika Anda
seorang ikhwan tentu memimpikan gadis cantik dan sholehah. Kombinasi yang wah.
Keujung duniapun dikejar. Virus H2C (harap-harap cinta) bisa menggurita.
Terbukti dari data penelitian sebuah Partai Dakwah, di Jakarta mayoritas
(hampir 70%) ikhwan memilih menikahi akhwat karena tampilan luar. Para orangtua
pun menjadi pihak yang paling repot jika anak gadisnya yang cantik menjadi
incaran para pemuda. Maka bayangkanlah Anda menjadi orang tua seorang Akhwat
yang cantik. Belum selesai kuliah sudah banyak yang melamar. Malah baru
semester II sudah dipesan. Berharap bisa dipersunting orang kaya? Wajar. Cantik
sih..
Seorang temen berujar, “Temen Akhwatnya
cantik-cantik ya..,” really? Ah.. tetapi cantik itu relatif tiap bagi orang.
Abstrak dan subyektif. Yang jelas kecantikan seperti pisau bermata dua. Disatu
sisi menyejukan disisi lain melenakan dan menyesatkan. Betapa banyak wanita
cantik tapi hatinya busuk, padahal kita kadung mengaguminya. Adalah sangat
tidak adil ketika kita berteman, memilah yang cantik dan ganteng saja. Malah
teman sejati dan sehati kita malah kebanyakan yang biasa-biasa saja. Tapi kita
merasa tenteram. Justru yang cantik malah terlihat angkuh. Kita merasa nyaman
bersahabat bukan karena mukanya toh! Saling mengerti dan menyayangi tidak
dibangun dari warna kulit. Tapi dibangun dengan hati. Banyak Artis cantik
diceraikan oleh suaminya. Tau kenapa? Karena rasa cantik itu telah sirna! Ternyata
cantik itu adalah rasa, bukan benda. Kecantikan juga membuat sebagian orang
besar kepala. Bisa menundukkan orang lain. Sombong dan berbangga diri. Hingga
lupa bahwa dia cuma seonggok daging yang melapisi tulang.
Cantik adalah ujian (fitnah), bukan
anugerah seperti yang diploklamirkan orang banyak. Sebagaimana buruk rupa juga
ujian. Dan sebagaimana BBS (biasa-biasa saja/ alias cantik engga..jelek juga
engga…) juga ujian. Bukankah bagi Allah yang paling mulia adalah yang paling
taqwa? Kecantikan hakiki itu dalam diri kita (inside) bukan luar tubuh kita
(outside). Mengapa harus risau? Jawabannya, karena mata kita “tukang tipu”.
Menyesatkan. Seorang bijak mengatakan “jika ingin matamu tidak tertipu kemilau
dunia, jadilah seorang buta”. Maka dalam hal ini, beruntunglah orang-orang yang
buta. ^_^Padahal, yang fisik itu sangat dekaden, sangat bergantung pada ukuran
waktu; tidak abadi. Kemanusiaannya itu yang abadi, dan ini, yang mestinya
menjadi alasan mendasar relasi antara anak manusia , atau antara laki-laki dan
perempuan. Akhwat cantik, so what..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar